Selasa, 08 April 2014

Rakyat Biasa

Demi dia yang berbadan gemuk dan berisi. Sejengkal demi sejengkal lekuk tubuhnya rusak akibat dimakan usia. Tidak luput aroma tubuhnya yang mengganggu dan membuat risih orang sekitar. Dia yang terlihat menarik namun terasa tercabik seakan bunga yang layu dengan kelopaknya berguguran.

Demi dia yang berbadan gemuk namun dengan raut wajah yang selalu tampak lapar. Seakan-akan menangis tanpa air mata dan tertawa walau tak ada kebahagiaan. Dengan pakaian yang usang dia berjalan di tengah keramaian dan memamerkan berlian yang tersematkan ditangan kirinya. oh ironi memang, berlian yang berkilauan di tengah jari yang tertusuk perih pengkhianatan.

Demi dia yang berbadan gemuk dengan rambut yang mulai rontok karena ketamakan. Dia yang terlihat pintar dengan kacamatanya namun tetap bodoh dengan ketidak-tahuannya. Dia yang berjalan dengan terlalu percaya diri, terkadang arogan dilihat kawannya. Banyak yang mengharapkannya namun banyak juga yang jatuh dibuatnya. Hingga tak mampu lagi berkata dan diam diantara banyak yang lain.

Tak ada yang memberitahukannya dan terkesan tak ada yang mau membantunya. Belum ada yang menggetarkan hati nuraninya hingga ia tersungkur lalu bangkit dan berteriak.. belum ada.
Bukan karena takut dan tak percaya diri. Bukan juga karena tak mampu dan tidak bisa.
Belum ada yang mampu meyakinkannya, juga belum ada yang mampu menggetarkannya, belum juga saya.
Karena saya hanya rakyat biasa.